Jumat, 5 Juli 2024 11:28 WITA

Nunukan alami deflasi untuk pertama kalinya pada 2024 ini

Ilustrasi - Seorang pedagang minuman menyiapkan pesanan Bupati Nunukan Asmin Laura (kiri) di salah satu area jualan UMKM di Kota Nunukan, Kabupaten Nunukan. IST/Pemkab Nunukan

Nunukan alami deflasi untuk pertama kalinya pada 2024 ini

Jumat, 5 Juli 2024 11:28 WITA

QUARTAL.ID – Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Nunukan mencatat deflasi 0,20 persen pada Juni 2024 dibandingkan Mei 2024, dan deflasi ini merupakan yang pertama kali terjadi di daerah itu tahun ini.

“Pada Juni 2024, terjadi deflasi bulanan sebesar 0,20 persen, inflasi tahunan sebesar 3,28 persen,” ujar Kepala BPS Kabupaten Nunukan, Iskandar Ahmaddien, di Nunukan, Jumat (5/7/2024). 

Deflasi bulanan ini diakibatkan penurunan harga pada kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran dengan andil 0,28 persen. Penyumbang utama deflasi ini adalah ikan tongkol 0,11 persen, kangkung 0,07 persen, bayam, jagung manis, dan ikan bandeng 0,06 persen. 

Sementara itu, deflasi tahunan dipicu oleh penurunan harga ikan bandeng 0,38 persen, udang basah 0,23 persen, baju muslim wanita 0,11 persen, kangkung, dan pisang 0,09 persen.

Meskipun terjadi deflasi, Iskandar mengingatkan bahwa deflasi berturut-turut dapat menjadi indikator daya beli masyarakat yang menurun. 

“Kita lihat lagi bulan depan bagaimana tingkat deflasi kita, karena dampak dari deflasi yang berturut-turut, dapat dikatakan sebagai tidak ada daya beli atau daya beli berkungan,” ujarnya.

Lebih jauh dijelaskan, penurunan harga ikan tongkol, ikan bandeng, udang basah, dan sayuran disebabkan oleh faktor musiman, seperti panen ikan yang melimpah, atau penurunan permintaan akibat daya beli masyarakat yang menurun.

Iskandar mengatakan, deflasi dapat berdampak pada daya beli masyarakat, uang yang dimiliki masyarakat dapat membeli lebih banyak barang. Namun, pada sisi lain, deflasi dapat berakibat pada penurunan pendapatan bisnis, terutama bisnis yang menjual bahan makanan dan pakaian.

“Deflasi yang berkepanjangan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, karena bisnis menjadi enggan untuk berinvestasi dan menciptakan lapangan kerja,” ujarnya. 

Untuk itu, BPS menyarankan Pemerintah Daerah memberi stimulus ekonomi untuk meningkatkan daya beli masyarakat, seperti bantuan sosial atau potongan pajak.

“Pemerintah Daerah juga bisa mengembangkan infrastruktur untuk meningkatkan efisiensi produksi dan distribusi barang dan mempromosikan produk lokal untuk meningkatkan permintaan domestik,” ujarnya. *

Editor: Quartal
Sumber: Simp4tik Nunukan

Jelajahi lebih lanjut tentang topik ini