QUARTAL.ID – Kemudahan akses keuangan melalui layanan Paylater memang memberikan banyak manfaat bagi masyarakat. Namun, di balik kemudahan itu, tersimpan potensi bahaya jika tidak digunakan dengan bijak.

Pertumbuhan Paylater di Indonesia sangat pesat. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan peningkatan sebesar 63,89% pada Oktober 2024 (YoY). Namun, seiring dengan pertumbuhan tersebut, muncul kekhawatiran akan dampak negatifnya, terutama bagi generasi muda yang rentan terhadap tren konsumtif seperti FOMO (Fear of Missing Out) dan YOLO (You Only Live Once).

Disya Arinda, seorang psikolog klinis, mengungkapkan bahwa penggunaan Paylater dapat memberikan manfaat jika didorong oleh motivasi positif seperti pengelolaan keuangan yang lebih baik. Namun, jika digunakan karena terpengaruh FOMO atau YOLO, risiko kecemasan dan stres akan meningkat.

“Paylater itu sendiri bukan masalahnya. Masalahnya adalah bagaimana kita menggunakannya. Jika kita menggunakannya dengan bijak, Paylater bisa menjadi alat yang sangat berguna,” ujar Disya.

Indina Andamari, SVP Marketing & Communications Kredivo, juga sependapat. Menurutnya, Paylater hadir untuk memberikan akses keuangan yang lebih luas, namun pengguna harus tetap bertanggung jawab.

“Kami mendorong pengguna untuk menggunakan Paylater secara bijak dan sesuai kebutuhan,” kata Indina.

Sebelum menggunakan Paylater, penting untuk memahami motivasi di balik penggunaan tersebut. Susun anggaran yang realistis dan patuhi anggaran tersebut.

Selain itu, hindari FOMO. Jangan terpengaruh oleh gaya hidup orang lain. Pilih produk Paylater yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan finansial. Gunakan fitur reminder untuk mengingatkan pembayaran.

Paylater memang memberikan kemudahan, namun pengguna harus tetap waspada dan bijak. Dengan pemahaman yang baik tentang pengelolaan keuangan dan kesehatan mental, Paylater dapat menjadi alat yang bermanfaat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. (*)

Quartal.id